Picture
  Disiplin Positif (http://en.wikipedia.org/wiki/Parenting/Positive-Discipline/ diakses pada 03/02/2010

Disiplin positif adalah sistem disiplin yang biasa digunakan oleh sekolah yang memfokuskan pada tingkah laku positif anak. Pendekatan disiplin positif mengajak para pendidik dan orang tua untuk menyadari dan meyakini, bahwa tidak ada anak yang nakal, yang ada adalah tingkah baik dan tingkah laku buruk. Guru dan orang tua bisa mengajarkan dan mendorong munculnya tingkah laku baik, pada saat mengelola tingkah laku buruk tanpa harus menyakiti anak baik secara verbal maupun fisik. Disiplin positif memiliki sejumlah cara atau metode, yang jika digunakan secara bersama-sama dan dikombinasikan akan lebih efektif dalam mengelola berbagai tingkah laku buruk anak. Model The Positive Discipline Parenting berdasarkan pada hasil kerja dari Alfred Adler dan Rudolf Dreikurs. Model ini mendorong guru dan orang tua untuk menghormati anak, tetapi tidak mendorong untuk memanjakan dan pampering mereka karena akan menimbulkan masalah sosial dan tingkah laku bagi anak-anak dikemudian hari.

Beberapa metode untuk menerapkan disiplin positif:
1.   Jika tingkah laku yang tidak bisa diterima oleh orang tua merefleksikan adanya konflik kebutuhan, maka orang tua bisa menggunakan I-messages untuk mengkomunikasikan kebutuhannya. I-message tidak menyalahkan, tidak menilai tingkah laku yang dipermasalahkan, terutama ketika bertabrakan dengan kebutuhan yang menyatakannya. I-messages menggambarkan bagaimana tingkah laku yang tidak bisa diterima berdampak pada yang menyatakannya, dan bagaimana itu mempengaruhi perasaannya. I-messages mengkonfrontasi tingkah laku yang dikeluhkan dan bukan orangnya. Salah satu contoh I-messages adalah sebagai berikut: ” jika kamu membuang pasir dari kotak pasir ke karpet, maka saya harus menghabiskan waktu untuk membersihkannya, dan saya tidak suka itu”.
2.   Mistaken Goal, merupakan konsep yang dikemukakan oleh Rudolf Dreikurs, hal ini merujuk pada empat tujuan yaitu power (kekuatan), attention (perhatian), revenge (balas dendam), dan avoidance of failure (menghindari kegagalan) yang menurut Dreikurs sebagai empat motivasi umum yang mendorong tingkah laku buruk pada anak-anak atau pra- remaja. Tujuannya disebut mistaken goals sebab anak-anak sendiri pada dasarnya tidak berkeinginan untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan, kecuali orang tuanya memahami situasinya secara psikologis. Dreikurs mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan yang sebenarnya dari masing-masing tujuan sebagai berikut:

    Mistaken goal                                                    Kebutuhan Anak
  • power                                                   otonomi, ikut memutuskan, tanggung jawab
  • attention                                               asa memiliki/dimiliki, pengakuan, keterlibatan
  • revenge                                                keadilan, perlakuan yang sama
  • avoidance of failure                         dorongan, dukungan
 3.   Natural and Logical Consequences, contoh dari natural consequences (konsekuensi natural) adalah saat orang tua membiarkan anak ketinggalan mobil jemputan sekolah atau membolehkan anak memegang air panas/benda panas (yang tidak terlalu panas). Anak-anak belajar bahwa tingkah laku mereka memiliki konsekuensi dan dapat memahami serta mengapresiasi bahwa orang tua membantu atau melarang dengan tujuan agar mereka tidak mendapat konsekuensi yang negatif. Anak dapat belajar dari konsekuensi natural, ketika orang tua membiarkan mereka untuk mengalami sendiri konsekuensi secara riil dari tingkah laku mereka, dengan kondisi yang terkontrol oleh orang tua. Konsekuensi natural sangat efektif tanpa perlu komentar dari orang tua, sehingga anak bisa belajar memaknai setiap pengalamannya sendiri.
Logical Consequences (konsekuensi logis), contoh konsekuensi logis  adalah saat anak harus memilih salah satu acara televisi yang ingin ditontonnya dan tidak bisa menonton keduanya. Anak harus membuat keputusan dan harus menerima konsekuensinya. Anak juga bisa sedikit belajar mengenai manajemen waktu jika waktu untuk menonton acara televisi selanjutnya sudah terisi dengan kegiatan lain sebagai konsekuensinya. Konsekuensi logis adalah konsekuensi yang harus diterima berdasarkan apa yang sudah ditawarkan orang tua pada anaknya.  Ada 4 kriteria R pada konsekuensi logis, yaitu:
  • Konsekuensi harus secara langsung berkaitan (related) dengan pilihan yang ditawarkan
  • Konsekuensi harus memungkinkan anak bertanggung jawab (responsibility) dengan tingkah laku mereka
  • Konsekuensi harus masuk akal (reasonable)
  • Konsekuensi harus dberikan dengan tetap menghormati anak (respectful)
  • Konsekuensi logis tidak boleh disamakan dengan hukuman, anak harus bisa memahami alasan dibalik konsekuensi logis.
4.    Kees-erziehen, merupakan konsep pendidikan parenting yang dikemukakan oleh Rudolf Dreikus berdasarkan pada konsep psikologi individual dari Alfred Adler. Singkatan kees, merupakan kependekan dari cooperative, encouraging, social and situation-oriented. Kees-erziehen mengidentifikasi empat kebutuhan social dasar pada individu yaitu:
·         to belong and feel loved (rasa dimiliki dan dicintai)
·         to be important (merasa penting)
·         to be able to influence (bisa memberi pengaruh)
·         to feel protected dan secure (merasa terlindungi dan aman)

Tujuan dari model ini adalah untuk meningkatkan kerjasama, gaya disiplin demokratik yang dicapai melalui aturan-aturan umum dalam kehidupan keluarga dan konsensus yang dicapai melalui konseling keluarga. Model ini meningkatkan kemampuan peserta untuk memahami kebutuhan social anak, sikap mengabaikan yang mendorong munculnya tingkah laku yang tidak diinginkan pada anak. Orang dewasa dan anak-anak dipandang sejajar dan terpenuhinya kebutuhan kedua belah pihak sangat ditekankan. Orang tua dan fasilitator belajar untuk membangun kerja sama, mengelola konflik, dan menyusun aturan melalui konsekuensi logis. Konsistensi dan dorongan digunakan untuk meningkatkan kemandirian dan untuk memungkinkan anak belajar bertanggung jawab terhadap tingkah laku mereka. Peserta pelatihan diarahkan untuk berorientasi pada tingkah laku aktual (act situation-oriented), memberi tawaran pada anak-anak, dan untuk mengapresiasi setiap tingkah laku positif anak serta tidak bersikap reaktif terhadap tingkah laku buruk anak. Selain itu, self esteem dan rasa tanggung jawab orang tua dan anak-anak juga ditingkatkan.

5.   IRIS Strategy, merupakan kependekan dari Interrupt (interupsi), Respect (hormat), Ignore (mengabaikan), Self-determined action (bereaksi berdasarkan pertimbangan sendiri), sebuah strategi yang mengikuti sebuah skema mengenai bagaimana menghadapi tingkah laku yang mengganggu, agresif, dan tipe-tipe tingkah laku anak yang tidak diinginkan yang lainnya. Skemanya bertujuan agar orang tua  menghindarkan dirinya untuk turut campur (interrupt), untuk mempertimbangkan dan menghargai perspektif anak (respect), untuk mengabaikan tingkah laku buruk anak dan agar tidak menghukumnya (ignore) dan untuk bereaksi beberapa saat kemudian setelah orang tua memikirkan dan mempertimbangkannya sebagai respon yang pantas diberikan untuk mencegah terjadinya masalah (self-determined action).

6.   Special Moments, atau edelsteinmomente atau jewel moment, berarti anak mendapatkan perhatian yang special dengan kualitas yang khusus sebagai bentuk dedikasi orang tua padanya di waktu-waktu tertentu. Special moment merupakan alat untuk membawa self esteem anak mencapai derajat tertentu. Special moment dapat mengambil situasi-situasi yang biasa terjadi dalam interaksi anak dan orang tua, namun yang melibatkan afeksi secara mendalam. Untuk anak-anak yang lebih muda, special moment bisa terjadi saat orang tua memeluk anak ketika bangun di pagi hari, permainan-permainan seperti saatnya berpelukan atau saat membacakan buku menjelang tidur.


 
Picture
Parenting adalah sebuah proses membesarkan dan mendidik anak dari semenjak lahir, atau sebelum, hingga dewasa.  Pada manusia, biasanya dilakukan oleh orang tuanya, walaupun terkadang pemerintah atau pekerja sosial ikut terlibat. Terutama pada anak-anak yang tinggal di panti asuhan atau pada anak-anak yang ditolak atau diabaikan oleh orang tuanya, peran parenting dilakukan oleh lembaga yang berwenang atau oleh orang lain, sehingga anak-anak ini menerima peran parenting bukan dari orang tua biologisnya (http://  www.answer.com/topic/parent_child_relationship diakses pada 15/12/2008). Konsensus secara umum mengenai tugas ke-orang tua-an menyatakan bahwa tugas orang tua bisa dilakukan oleh bukan orang tua biologisnya selama tugas-tugas tersebut dapat dipenuhi. Adapun tugas orang tua terhadap anak meliputi pemenuhan seluruh kebutuhan dan tugas perkembangan anak, baik secara fisik, intelektual, maupun emosi. Pemenuhan kebutuhan fisik terdiri dari penyediaan tempat tinggal, pakaian, dan makanan, melindungi anak dari bahaya, perawatan secara fisik, dan pemeriksaan kesehatan anak. Sementara stimulasi bagi  perkembangan fisik anak meliputi memastikan anak tumbuh dan berkembang secara fisik, melatih pertumbuhan fisik anak, memperkenalkan anak pada olahraga, mengembangkan kebiasaan hidup sehat, dan memperkenalkan anak pada permainan-permainan fisik.
            Pemenuhan kebutuhan intelektual anak berarti terpenuhinya suatu kondisi yang memungkinkan kemampuan berpikir anak berkembang dengan optimal, dimana hal ini bisa dimungkinkan jika harga diri anak terlindungi. Jika harga diri anak terlindungi, maka anak akan mampu belajar. Hal ini didapatkan melalui terpenuhinya rasa keadilan dan kedamaian dalam keluarga, tidak ada satu anggota keluargapun yang terancam harga dirinya, menyediakan lingkungan yang tidak menakutkan, mengancam, dan melecehkan secara verbal, tersedianya waktu untuk saling mendekatkan diri dan adanya kebersamaan untuk menghabiskan waktu yang menyenangkan bersama-sama. Terstimulasinya perkembangan intelektual anak berarti tersedianya kesempatan bagi anak untuk belajar mengenai hukum-hukum alam dan moral, belajar membaca, menulis, berhitung, permainan intelektual, keterampilan sosial dan etika, pengembangan moral dan spiritual melalui sistem nilai dan etika, norma dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di masyarakat.
            Pemenuhan kebutuhan emosional anak berarti terlindunginya anak dari bahaya-bahaya yang rawan mengancam emosinya. Tersedianya lingkungan yang aman dan penuh cinta, memastikan anak dapat merasakan bahwa dirinya dicintai, diinginkan dan disayangi. Untuk mengembangkan perasaan bahwa anak merasa dicintai adalah melalui pemberian dukungan dan dorongan secara emosional, terbentuknya kelekatan yang aman, dan adanya pelukan dan sentuhan yang konsisten. Terstimulasinya perkembangan emosi anak dimungkinkan jika tersedianya kesempatan bagi anak untuk mencintai, menyayangi dan membantu orang lain. Mengembangkan kemampuan anak dalam hal ini dapat dilakukan dengan cara menunjukkan empati dan perasaan sayang kepada sesama dan orang lain yang lebih muda atau tua, yang lebih kuat atau lebih lemah, kepada alam, kepada hewan, tumbuhan dan sebagainya.

Gaya Pengasuhan (Parenting Style)
            Pada dasarnya tingkah laku parenting mempunyai 4 gaya, yaitu autoritarian, autoritatif, permisif (indulgent), dan detached (disinganged) (http://www.answer.com./topic/parent_child_relationship diakses pada 10/3/2009). Walaupun tidak ada satu orang tua yang konsisten memegang hanya satu model parenting, namun semua orang tua mengikuti kecenderungan untuk memegang hanya satu pendekatan dalam mempraktekkan tingkah laku parenting, dan dengan kerangka itu kita bisa mendeskripsikan hubungan orang tua-anak yang terjadi dalam keluarga tersebut.
            Orang tua dengan gaya autoritarian, sangat kaku memegang aturan, mereka mengharapkan kepatuhan yang absolut dari anak-anaknya. Mereka juga berharap anak-anak akan mengambil prinsip dan nilai-nilai yang ditanamkan keluarga tanpa mempertanyakannya. Orang tua autoritarian sangat disiplin, seringkali menggunakan hukuman fisik, dan tidak memberikan anak-anak kasih sayang yang semestinya untuk tujuan membentuk tingkah laku anak. Anak-anak yang dibesarkan dengan orang tua seperti ini biasanya menjadi anak yang moody, tidak bahagia, ketakutan dan rapuh. Mereka cenderung menjadi anak yang pemalu, menarik diri dan kurang percaya diri. Sesungguhnya jika kasih sayang tidak diekspresikan pada anak-anak, biasanya mereka menjadi pembangkang dan anti sosial.        
            Orang tua dengan gaya autoritatif menunjukkan rasa hormat dan menghargai pendapat anak-anak dengan membiarkan mereka menjadi berbeda. Walaupun ada aturan dalam keluarga, orang tua membuka kesempatan untuk berdiskusi jika anak tidak memahami atau tidak setuju dengan aturan yang ditetapkan. Orang tua membuat aturan menjadi sesuatu yang jelas bagi anak-anak, walaupun pada akhirnya orang tua yang memegang kendali sebagai pemegang otoritas, namun negosiasi dan kompromi sangat mungkin untuk dilakukan. Orang tua autoritatif selain bertanggung jawab juga menuntut. Mereka tegas, tetapi menerapkan disiplin dengan cinta dan kasih sayang, dan bukan dengan kekuatan, mereka menjelaskan aturan dan harapan kepada anak-anak bukan dengan memaksa. Modal parenting seperti ini biasanya menghasilkan anak-anak yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi, mandiri, punya rasa ingin tahu yang besar, bahagia, asertif dan interaktif.
            Orang tua dengan gaya permisive (indulgent), hanya menerapkan sedikit atau sama sekali tidak ada pengontrolan terhadap tingkah laku anak. Kalaupun ada aturan dalam rumah, namun biasanya tidak diterapkan secara konsisten. Mereka juga menjelaskan alasan mengapa sebuah aturan ditetapkan, namun membiarkan anak-anak untuk mengikutinya atau tidak. Anak-anak justru belajar bahwa mereka bisa melakukan tingkah laku apa saja yang mereka inginkan. Orang tua model ini cukup responsif namun tidak menuntut secara khusus. Mereka memiliki sedikit harapan pada anak-anak dan menerapkan disiplin yang tidak konsisten. Hukuman diberlakukan namun tidak efektif karena tidak ada batas waktu. Anak-anak dengan orang tua seperti ini biasanya tumbuh menjadi anak yang tidak punya rasa hormat, tidak patuh, agresif, tidak bertanggung jawab, dan menyimpang. Mereka merasa tidak aman, karena sedikitnya bimbingan yang bisa menjaga tingkah laku mereka. Namun demikian, biasanya anak-anak ini juga kreatif dan spontan, walaupun rendah dalam tanggung jawab sosial dan kemandirian, namun mereka lebih bahagia daripada anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua yang autoritarian.
            Orang tua yang membiarkan (detached/disenganged), mereka tidak responsif juga tidak menuntut. Mereka tidak peduli dan tidak memperhatikan kebutuhan anak akan kasih sayang dan disiplin. Anak-anak dengan orang tua seperti ini biasanya mengalami sejumlah kesulitan dan masalah psikologis dan tingkah laku dibandingkan anak-anak lainnya.
            Model parenting dibentuk oleh sejarah perkembangan orang tua tersebut, pendidikan dan kepribadiannya, tingkah laku anaknya, dan oleh pengalaman serta kondisi terkini dari kehidupan orang tua tersebut. Tingkah laku orang tua juga dipengaruhi oleh pekerjaannya, perkawinan, kondisi keuangan keluarga, dan kondisi-kondisi lain yang berdampak pada tingkah laku orang tua dan kesejahteraannya secara psikologis. Sebagai tambahan, orang tua dari budaya yang berbeda, dari tingkat sosial ekonomi yang berbeda, dan dari kelompok etnis berbeda, membesarkan anak mereka dengan cara yang berbeda pula.


 
Picture
Attachment Parenting model dari William Sears (http://www.attachmentparenting.org  diakses pada 20/11/2009)
Attachment parenting adalah sebuah metode parenting yang mendasarkan pendekatannya pada teori attachment dari John Bowlby dan teori psikologi perkembangan. Sears berpendapat bahwa keberhasilan seorang anak tumbuh dan berkembang optimal disemua aspek perkembangan sangat bergantung pada attachment yang terjalin antara anak dengan orang tuanya. Pengertian attachment yang dirujuk Sears mengikuti apa yang dikatakan Bowlby, bahwa attachment (kelekatan) merupakan suatu ikatan emosional yang kuat yang dikembangkan anak melalui interaksinya dengan orang yang mempunyai arti khusus dalam kehidupannya, biasanya orang tua (pengasuhnya). Berdasarkan kualitas hubungan anak dengan orang tua (pengasuh), maka anak akan mengembangkan konstruksi mental atau internal working model mengenai diri dan orang lain yang akan akan menjadi prototip dalam hubungan social (Bowlby dalam Pramana 1996). Adapun pengertian attachment parenting adalah serangkaian tingkah laku parenting yang berusaha untuk mengembangkan attachment yang sehat (aman), menghindari hukuman fisik, mengajarkan disiplin melalui interaksi orang tua – anak, memenuhi kebutuhan emosional anak disertai dengan usaha untuk memahami anak secara menyeluruh.
Dengan attachment parenting, tingkah laku parenting yang ditunjukkan orang tua pada anaknya disesuaikan dengan kebutuhan emosional anak sesuai dengan tahap perkembangannya dan tugas perkembangannya. Untuk dapat memahami dan memenuhi kebutuhan emosional anak sesuai tahap perkembangan, digunakan delapan tahap perkembangan psikososial dari Erik Erikson. Untuk dapat memenuhi tujuan dari attachment parenting terdapat delapan prinsip untuk mengembangkan attachment yang sehat (aman) antara anak dengan orang tua (pengasuh), yaitu:

1.      Persiapan selama masa kehamilan, melahirkan dan pengasuhan (Preparation for Pregnancy, Birth and Parenting)
      Persiapan selama masa kehamilan dan menyambut kelahiran merupakan sebuah pengalaman hidup yang positif dan transformatif. Kehamilan melahirkan penyesuian-penyesuaian dan banyak persiapan baik secara fisik, mental dan emosional bagi orang tua. Menjadikan diri terdidik dan memiliki pengetahuan dalam hal menjadi orang tua merupakan investasi dalam pembentukan attachment pada anak-orang tua. Pendidikan merupakan komponen kunci dalam menghadapi kesulitan-kesulitan yang mungkin muncul selama menjalani proses menjadi orang tua.

2.      Memberi makan dengan cinta dan penghargaan (Feed with Love and Respect)
   Memberikan cinta pada anak bisa dilakukan dengan berbagai cara, bahkan melalui penyediaan makanan. Menyusui anak dengan asi, menyediakan makanan-makanan yang sehat dan menyajikan suasana makan yang menyenangkan, bisa dimanfaatkan sebagai cara untuk menyatakan cinta dan penghargaan kita pada anak-anak. Memahami apa yang menjadi kebutuhan anak adalah juga cara kita menghargai dan mencintai anak. Semakin orang tua belajar mengenai anak-anaknya akan semakin terbangun attachment dan ikatan antara orang tua dan anak. Semakin orang tua ingin tahu apa yang menjadi kebutuhan anak-anaknya, semakin orang tua menghargai keberadaan dan posisi anak-anak bagi mereka.

3.      Sensitivitas dalam memberi respon  (Respond with Sensitivity)
      Orang tua bisa membangun dasar dari rasa percaya dan empati anak dengan cara memahami dan merespon dengan tepat apa yang menjadi kebutuhan anak-anaknya. Membina hubungan dengan anak tidak hanya melalui memenuhi kebutuhan fisikalnya saja, tetapi juga saat menghabiskan waktu yang menyenangkan bersama-sama, dan memenuhi apa yang menjadi kebutuhan emosionalnya. Berusaha memahami apa yang menjadi kebutuhan anak saat ia melakukan tingkah laku negatif, dan bukan bereaksi secara negatif akan membuat anak merasa aman dan nyaman dengan dirinya sendiri yang sedang marah karena ia tidak tahu apa yang sesungguhnya diinginkannya. Mengenali kesiapan anak untuk mulai menguasai satu keterampilan tertentu juga merupakan tanda responsivitas orang tua terhadap anak, dan bukan menyamakan anak dengan anak lain seusianya.

4.      Sentuhan yang tulus (Use Nurturing Touch)
      Orang tua yang menggunakan sentuhan pada anak sebagai cara mengekspresikan rasa sayangnya akan meningkatkan attachment yang sehat pada anak. Walaupun anak terus tumbuh menjadi dewasa, namun sentuhan yang konsisten yang dilakukan orang tua pada mereka akan membuat mereka merasa aman dan dicintai. Bermain dan melakukan berbagai aktivitas fisik yang banyak melibatkan sentuhan fisik akan sangat bermanfaat dalam membangun kedekatan dan kepercayaan dengan anak.

5.      Pembiasaan tidur yang nyaman baik secara fisik maupun emosional (Ensure Safe Sleep Emotionally Physically and Emotionally )
Anak-anak seringkali menghadapi takut saat menghadapi malam. Pembiasaan tidur dan menyambut saat-saat tidur dengan suasana yang menyenangkan akan membuat anak tidak takut untuk tidur. Apakah karena mereka takut sendirian, takut kegelapan atau takut pada mimpi yang kadang-kadang datang. Pada anak yang seringkali bangun mala, jika orang tua bereaksi negatif pada kebiasaan mereka itu, akan semakin membuat anak takut.

6.      Konsisten dalam memberikan cinta dan perhatian (Provide Consisten Loving Care)
      Bayi dan anak-anak memiliki kebutuhan yang sangat tinggi dalam hal keberadaan fisik, konsistensi, kasih sayang dan responsivitas dari orang tua atau pengasuhnya. Kebiasaan sehari-hari, saat-saat bermain dan interaksi yang penuh kasih sayang serta konsisten akan meningkatkan kekuatan ikatan yang ada diantara mereka. Dengan menyediakan kasih sayang yang konsisten sejak masa bayi dan anak-anak, orang tua memperkuat ikatan yang sudah ada dan melahirkan attachment yang sehat. Ketiadaan orang tua didekat anak-anak mereka tidak boleh menghilangkan konsistensi dari pemberian dan pengekspresian kasih sayang. Orang tua bisa menggantikan ketiadaan dirinya dengan orang lain yang dipercaya dapat melanjutkan konsistensi tersebut.

7.      Pemberlakuan disiplin yang positif (Practice Positive Discipline)
      Attachment parenting mempunyai aturan utama dalam praktek parenting, yaitu orang tua harus memperlakukan anak sesuai dengan apa yang diinginkannya. Disiplin yang positif merupakan sebuah metode yang dapat membantu anak mengembangkan kesadarannya yang dipandu oleh disiplin internal dirinya dan didukung oleh orang lain. Disiplin yang positif merupakan akar dalam pembentukan rasa aman, kepercayaan dan relasi yang mengikat antara anak dan orang tua. Positif disiplin merupakan disiplin yang empatik, penuh kasih sayang dan saling menghargai. Tujuan utama disiplin positif adalah membantu anak mengontrol dan mendisiplinkan dirinya sendiri.

8.      Keseimbangan dalam kehidupan personal dan keluarga (Strive for Balance in Personal and Family Life)
      Merupakan tingkah laku parenting yang berusaha untuk memastikan pemenuhan kebutuhan semua anggota keluarga. Setiap orang dalam sebuah keluarga memiliki kebutuhan, dengan prinsip ini orang tua didorong untuk memastikan setiap anggota keluarga terpenuhi kebutuhannya, semua orang merasa bahagia dan sejahtera, sehingga semua elemen dalam keluarga menjadi seimbang.




    Archives

    July 2013

    Categories

    All
    Attachment Parenting
    Disiplin Positif
    Parenting
    Parenting Anak Dan Remaja
    Penerapan Disiplin
    Perkembangan Berhitung
    Persiapan Kerja
    Psikologi Anak
    Psikologi Kerja
    Psikologi Pendidikan
    Psikologi Perkembangan
    Psikologi Remaja
    Teori Attachment
    Teori Kelekatan